Senin, 12 Oktober 2015

RESENSI BUKU: PRESIDEN MANUSIA 1/2 BINATANG

Judul                            :Presiden: Manusia ½ Binatang
Pengarang                   :Eduardus Lemanto
Penerbit                      :John Paul II - Publishing, Jakarta 2013
Jumalah halaman        :200 halaman
Ukuran                         :14,5 cm x 20,5 cm

               


Kecemasan akan ketidakjelasan arah perjalanan bangsa Indonesia merupakan sebuah keharusan, setidaknya sejauh kita masih merasa diri sebagai bangsa Indonesia. Maraknya berbagai aksi perampokan terhadap negara oleh para pejabat negara, maruknya para pengusaha mengeruk seluruh sumber daya alam yang dimiliki Indonesia demi keuntungan pribadi, dan melempemnya hukum terhadap berbagai kejahatan merupakan indikator kegagalan besar bagi sebuah negara.

Atas nama demokrasi, berbagai ketidakadilan sering kali dilegitimasi. Sementara di sisi lain kekuasaan Presiden sebagai eksekutif utama (kepala pemerintahan dan kepala negara) yang menukangi negara dan bangsa Indonesia seringkali bersembunyi di balik enigma retorika. The ruling class (baca: klompok penguasa) di Indonesia tidak memainkan peran yang memungkinkan terjadinya kebaikan bagi banyak orang.  Eduardus Lemanto, penulis buku Presiden Manusia ½ Binatang, melihat dengan begitu jeli celah kelemahan yang dimiliki oleh penguasa di Indonesia.

Bila ditilik dari judulnya (Presiden: Manusia ½ Binatang), tersirat pemikiran-pemikrian yang subjektif-emosional atas kekuasaan Presiden yang penuh dengan litani kegagalan. Judulnya memberikan kesan akan luapan emosi penulis sebagai masyarakat kepada penguasa (Presiden) yang telah salah mengurus Negara ini. Namun, memberikan kesan negatif atas sebuah buku (pemikiran) hanya karena judulnya sangatlah tidak bijak. Buku tulisan Lemanto ini tidak berisi tentang sumpah serapah kepada Presiden, apalagi menghinanya. Lemanto hendak menuangkan kegelisahan metodis atas fenomena bangsa Indonesia yang salah urus oleh para penyelenggara Negara, yang di sini direpresentasikan oleh Presiden.

Buku tulisan Lemato ini mengajak kita semua untuk mendiskursuskan kembali kekuasaan Presiden. Bukan tentang ‘apanya’ kekuasaan, melainkan lebih kepada ‘siapanya’ (tentang subjek yang berkuasa). Tentu menjadi pertanyaan menarik adalah: Mengapa harus “siapanya kekuasaan” yang harus menjadi sebuah diskusrsus?

Dalam buku tersebut Lemanto tidak berpretensi untuk menyalahkan demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan. Penulis malah begitu mendukung agar terealisasinya sistem demokrasi yang bertujuan untuk kebaikan bagi semua orang. Tetapi ada persoalan di sini, bahwa banyak orang yang mengagung-agungkan demokrasi sebagai sebuah sistem yang paling ideal untuk pemerintahan modern. Namun, sebaik apapun sebuah sistem, bila orang yang menjalankannya (siapanya) tidak baik maka sistemnya pun menjadi tidak baik. Sehingga Lemanto lebih consern dalam mendiskusrsuskan ‘siapanya’ kekuasaan. Sebab sebuah sistem yang buruk bila dijalankan oleh orang yang baik, ada kemungkinan untuk mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Tapi tidak berlaku sebaliknya.

Buku Presiden Manusia ½ Binatang, tulisan Eduardus Lemanto ini terdiri atas tujuh bab. Antara satu bab dengan bab yang lainnya sangat berkaitan sehingga memang butuh keseriusan saat membacanya. Membaca bab-bab selanjutnya selalu mengandaikan telah membaca bab-bab sebelumnya. Kata-katanya ringan/renyah dan sarat makna. Untuk membacanya dengan cepat tentu tidak membutuhkan waktu yang lama. Tapi untuk memahami alur pemikirannya sehingga kita tidak jatuh kepada justifikasi permukaan, tentu sangat dibutuhkan keseriusan (sebab buku ini sebuah kajian filosofis atas kekuasaan).

Bagi saya, membaca buku tulisan Eduardus Lemanto ini memiliki kenikmatan-kenikmatan tersendiri (ngeri-ngeri sedap) dan pada akhirnya menemukan katarsis. Lembar demi lembar buku tulisan (pemikiran) Lemanto ini akan membuat ada mengalami berbagai ketegangan berpikir, situasi emosional yang fluktuatif, sebab gaya bahasanya sangat sinikal tanpa basa-basi dan dikemas dengan sangat menarik. Setelah satu halam selesai anda akan segera melahap halaman berikutnya. Membaca tulisan Lemanto ini, membuat saya memiliki horison baru tentang esensi dari sebuah kekuasaan, terutama tentang siapanya Presiden. Selamat membaca.



Fernandes Nato Wellarana

Senin, 27 April 2015

BBM, BENAR-BENAR MAKNYUS

Akh, engkau ini nak, sungguh membingungkan diriku. Setiap kali ku berjumpa dengan mu, hal yang selalu ingin ku lakukan adalah mengerjai mu sampai kamu mampus.

Saya tahu kalau kamu juga hanya berpura-pura lugu. Kamu berpura-pura tidak mengetahui  jenis-jenis alat kontrasepsi. 'Muka bodoh' mu memang sering kali merecoki nalar orang-orang gede. Orang-orang gede sering kali membatin tentang ketidaktahuan mu demikian: "Akh, diakan masih anak-anak, wajar saja kalau dia tidak tahu alat-alat kontrasepsi." 

Tapi, nak, janganlah engkau mengira kalau aku juga selugu itu menilai tentang dirimu. Saya telah mendengar cerita tentang maskulinitas dirimu dari teman-teman dekatmu. Mereka berkish tentang dirimu yang begitu flamboyan. Engkau adalah pemuja wanita sejati, nak. Engkau bisa mendekati tiga wanita sekaligus dalam satu kali tembakan. Engkau juga tega hanya memacari seorang gadis belia hanya tiga jam. Belum lagi cerita tentang teman cewek sekelasmu yang engkau php-in. Engkau hanya mengaku kalau dia hanyalah teman dekatmu, dekatnya pun karena sering ngobrol.

Sebenarnya aku iri dengan cerita teman-teman mu, nak. Bagaimana mungkin orang dg tampang sederhana seperti dirimu bisa menjadi idola bagi banyak nona? Bukankah satu teman laki-lakimu yang  sering kali mengaku ganteng dan ingin memacari setiap wanita belum juga laku-laku?

Kemarin, ketika seorang anak gadis teman mu ku jumpai, dia berkisah tentang dirimu. Menurutnya mungkin engaku pakai susuk sehingga engkau menjadi payu alias laku.
Namun, tadi ketik engkau kujumpai, aku bertanya tentang susuk itu pada dirimu. Engkau mengaku kalau engkau tidak tahu-menahu tentang susuk yang dimaksud. Saya pun tidak tahu!

Tapi, yang menarik bagi saya pada hari ini adalah bukan karena engkau pakai susuk, tapi karena engkau telah membuat klepek-klepek seorang gadis manis dari gunung sinai. Semua teman mu menyebut namanya dan akupun mengenal gadis tersebut.

Ia cantiknya bak bidadari turun dari kayangan.
Sekali lagi pertanyaan tak sedap menggedor kepalaku. Bagaimana mungkin engkau yang tampang sederhana ini mampu menggaet bidadari? Kali ini saya bersumpah untuk mencari tahu agar kelak tidak mati penasaran.

"Sebaiknya kamu jujur sebelum nanti bagian konseling mencopot jantung hatimu. Benarkah engkau 'nembak' seorang gadis manisn dari gunung sinai?" tanyaku. Engkau sempat mengelak dan hanya mengaku sbg teman saja.

"Bagaimana mungkin engaku berteman dengan seorang bidadari?" Saya mulai ngotot mencari tahu. Waktunya pun tiba dan engkau pun berkisah...."Begini, Sir,..." engkau mulai berkisah. Saya sedang BBM-an dengan seorang teman perempuan saya. Dalam obrolan di BBM saya bercerita kepada teman saya kalau saya naksir kepada gadis dari sinai. 

Tak lama berselang, BB saya berpunyi: Ping..,! Ping..! Saya lalu membalas dan bertanya ini dg siape? Bak gaung bersambut, pak, yang menyapa saya di BBM tersebut adalah gadis manis dari gunung sinai. Jantungku melonjak-lonjak kegirangan, lebih tepatnya tidak karuan." Engaku bercerita begitu mengalir dan saya tahu ini pasti jujur. 

"Ada hal yang paling mengagetkan saya dalam BBM-an selanjutnya waktu ia bertanya, apakah akau menyukai dirinya. Saya sempat menjawab basa-basi, enggak dan kata siape? Dia lalu mengamcam, kalau kamu tidak jujur nanti kamu tidak naik kelas. Dia juga menunjukan screenshoot percakapan saya dengan teman saya di BBM. Takut dengan ancaman tersebut saya pun kemudian jujur. Saya bilang ke dia, "Iyeeee... aye suka ama lo." Engkau terus bercerita dengan bibir sedikit monyong,  nak.

Jujur ya, nak, sebenarnya saya tertawa geli mendengar ceritamu ini. Sebab engkau tidak sungkan utk bercerita tentang asmaramu. Engkau berbagi tentang gejolak jiwa mudamu. Engkau berkisah tentang menyukai dan disukai. Saya menduga kalau semua itu menjadi tanda bahwa engkau normal.

"Lalu bagaiman responnya ketika kamu mengaku kalau kamu suka ama die?" Saya terus mengulik. "Di BBM dia cuma tertawa pak. Dia menulis wkwkwkwkwkwkwk membalas kejujuran saya". Jawabmu jujur.

"Wkwkwkwkwkwkwkwkwk" saya merespon dg tertawa pula.
"Kamu hebat nak, kamu berani mengatakan kalau kamu menyukainya. Dia tidak membalas kamu dengan perkataan kalau dia juga menyukaimu. Dia hanya bisa tertwa sebab hatinya sedang berbunga-bunga. Wanita jarang mengungkapkan rasa, nak. Mereka adalah makhluk indah ciptaan Tuhan . Sering kali mereka menyatakan perasaannya dengan diam. Tapi harus hati-hati, nak, mereka memiliki kadar rasa cemburu yg sangat tinggi. Karena cinta mereka sering kali kalap mata dan melompat dari lantai teratas apartemen." Saya terus ngerocos menasehati. 

"Tapi, btw, apa sebernarnya yg membuat kamu suka padanya?" Pertnyaan pemungkas saya sambil berjalan. "Dia baik dan juga dewasa, pak" jawabmu polos.
"Oh, begitu? Biasanya setiap orang memiliki alasannya sendiri untuk jatuh cinta pada seseorang, hahahahah. Berharap nanti kamu dapat BBM lain dari dia malam ini. BBM, yah, Benar-Benar Makyus hahahahaha". Kamu pun ikut tertawa sambil menuju gerbang, nak. Demikian jawaban pemungkas saya utk percakapan petang hari ini. Besok akan kucolek lagi engkau nak....

Fernandes Nato Wellarana

Rabu, 22 April 2015

EVA, MARIA, WELLALOE DAN KARTINI

'Pembangkangan adalah awal dari sebuah peradaban' demikian Fromm membaca berbagai fenomena ketidaktaatan di zaman lampau yang kemudian menjadi sebuah trend bahkan menjadi sebuah peradaban baru dikemudian hari. Dalam hal ini, Fromm tentu  tidak berpretensi mengidealisir pembangkangan sebagai jalan menuju perubahan dan era baru. Eric Fromm hanya menegaskan relitas masa lalu yang cukup 'nyentrik' namun kemudian menjadi  sesuatu yang membanggakan.

Beberapa nama tokoh dalam judul artikel ini merupakan perempuan-perempuan otentik. Mereka adalah perempuan-perempuan yang bertindak melampaui zamanya meskipun saat itu tindakan mereka dianggap tabu. Belum lagi pada zamannya perempuan seperti mereka tidak memiliki identitas sosial-politik selain sebagai budak dan 'manusia kelas dua' (bdk. pada zaman polis di Yunani perempuan tidak dianggap sebagai warga negara. Dulu dalam alam tradisi yahudi-christiani juga perempuan diperlakukan dengan sewenang-wenang, sprt dirajam bila kedapatan berzinah sedangkan laki-laki tidak dipersoalkan. Dalam tradisi masyarakat nusantara yang cukup kental dengan tradisi patriaekat juga memperlakukan perempuan tidak cukup adil karen perempun sering kali didefinisikan hanya dalam relasinya dengan laki-laki, tidak sebagai seorang individu yang indepeden).

Untuk mencapai kemerdekaan sebagai individu yang memiliki kesetaraan dengan manusia lain (laki-laki), perempuan melewati jalan panjang nan terjal dan berliku. Tidak hanya cemoohan yang didapat bahkan mereka dibunuh karen 'ketidaktaatan' terhadap tradisi dan otoritas yang didominasi oleh 'kaum adam', laki-laki.

Dalam kitab genesis tentu kita semua cukup akrab dengan kisah penciptaan semesta oleh Allah dan juga penciptaan manusia sebagai citra dan rekan kerja Allah. Allah tentu memiliki kuasa atas seluruh ciptaannya sehingga Ia membuat aturan dan perjanjian dengan rekannya, manusia, agar tidak memetik buah yang ada di tengah taman Eden atau Paradiso.

Seperti yang jamak kita ketahui bahwa sering kali yang menarik dan nikamat itu diharamkan oleh otoritas tertentu. Pelarangan atau pengharaman atas sesuatu itu bukan karena pada dirinya, an sich, yang haram itu buruk tetapi itu merupakan indikasi bahwa otoritas yang mengelurkan fatwa haram akan sesuatu itu memang pada dirinya busuk. Sehingga kebusukan mereka seringkali diresonansikan kepada sesuatu yang lain sehingga sesuatu yang lain tadi ikut menjadi buruk.

Namun apakah pelarangan Allah untuk tidak memperbolehkan Adam dan Eva untuk memetik buah di tengah taman eden juga memiliki motivasi terselubung? Di sini tentu kita tidak dapat mengandai-andai ataupun berspekulasi macam-macam sebab pemikiran manusia tidak akan pernah sampai pada Allah, hanya mendekati saja.

Nah, dalam kitab genesis dikisahkan bagaimana Eva yang membangkang terhadap larangan dan aturan yang dibuat Allah. Eva memetik buah di tengah taman Eden, memakannya dan juga memberikannya pada manusia yang lain, Adam. Ketika Allah tahu bahwa mereka tidak taat kepada larangan Allah, mereka lalu diusir dari taman Eden dan diusir ke bumi.

Pengusiran dari taman Eden inilah yang justeru menyadarkan Eva dan Adam sebagai manusia yang otentik. Mereka lalu hidup dalam sebuah peradabam baru, peradabam manusia. Mereka mangalami kesulitan-kesulitan dan juga kelimpahan hidup. Mereka hidup dalam sebuah peradaban sebagai manusia merdeka yang tidak dihantui oleh derap langkah Allah di taman Eden.

Setelah sekian abad taman Eden ditinggal oleh Eva yang telah membangkang, Allah pun rindu untuk kembali bercengkrama dengan ciptaanNya yang cukup unik dan tidak setaat para malaikat di surga yaitu manusia. Melalui para nabi Allah menjanjikan bahwa ia akan datang ke dalam dunia untuk menebus dan membebaskan manusia dari perbudakan dosa, ketidaktaatan.

Menariknya Allah justeru datang ke dalam dunia melalui perempuan yang memiliki preseden buruk dalam hal ketaatan. Dia adalah Maria, seorang perwan yang suci. Allah berkenan hadir ke dalam dunia untuk menjadi manusia dan mau solider dengan manusia, hidup, menderita dan wafat.

Ada sebuah ketaatan yang radikal yang boleh juga didefinisikan sebagai sebuah pembangkangan yang dilakukan Maria. Sebab dia harus mengandung dari Roh Kudus (hamil tanpa bersetubuh dengan laki-laki) dan juga harus mau menanggung beban moral atas kehamilannya sebab ia belum bersuami. Pada zamannya hal seperti ini dianggap aib dan tidak boleh tampil dihadapan publik.

Namun ketaatan radikal Maria, yang juga boleh disebut sebagai pembangakangan Maria, sungguh membeaskan. Ia melahirkan seorang putra, sang Al-Masih, Emmanuel. Lahirnya sang Al-Masih inilah yang kemudian membenaskan setiap orang dari dosa. Lawatan surgawi ini kemudian membuat manusia kembali hidup dalam era dan peradaban baru: Manusia merdeka dari perbudakan dosa. Manusia kembali menjadi warga kerajaan Allah, tanah air surgawi.

Wellaloe dan Kartini
Lain Eva dan Maria, lain pula kisah Wellaloe dan Kartini di nusantara. Namun mereka memiliki varian kisah pembangkangan yang membebaskan banyak perempuan Indonesia dari perbidakan tradisi Patriarkat.

Wellaloe yang juga dikenal dengan nama lain Nggerang merupakan seorang perempuan yang pernah hidup di Manggarai, Flores. Kehidupan di masa lalu yang belum memiliki tradisi aksara membuat cerita tentang Wellaloe atau Nggerang ini seolah-olah hanya mitos sebab tidak memiliki skrip tentang dirinya, terutama tentang waktu lahir dan lain sebagainya.
Namun cerita tentang Wellaloe ini sangat melegenda dalam tradisi lisan-verbal masyarakat Manggarai.

Dikisahkan bahwa Wellaloe adalah seorang perempuan dengan paras yang sangat cantik (neho darat-mirip bidadari) dan juga kharismatik. Kecantikan merebak hingga ke kerajaan lain, Bima.
Raja Bima pun kemudian hendak mempersunting Wellaloe sebagai istri atau selirnya. Namun perburuan untuk mendapatkan Wellaloe ini tidak segampang membalikan telapak tangan sebab Raja Todo juga memiliki hasrat serupa untuk mempersunting Wellaloe sebagai istri.

Wellaloe, selain cantik dia juga memiliki jimat sebagai variabel lain yang membuatnya memiliki daya pikat lebih. Jimat yang dimaksud dapat dimengerti sebagai kecerdasan intelektual sehingga ia dapat menjadi pribadi independen.

Singkat cerita, ketika Wellaloe hendak dipersunting oleh Raja Todo dan juga Bima, ia menolak. Penolakan terhadap otoritas yang berkuasa pada zamannya merupakan sebuah tindakan pembangkangan dan hukumannya adalah mati. Wellaloe pun memilih untuk mati dari pada harus menikah dengan mereka yang tidak ia kehendaki.

Inilah gambaran sikap independen perempuan Manggarai yang ia wariskan dan perempuan Manggarai pun memiliki privilige untuk mejadi setara dengan manusia lain, laki-laki Manggarai dan juga semua laki-laki lain di bumi ini.**

Sedangakn di tempat lain seorang perempuan remaja harus rela menikah dengan seorang  yang usianya jauh lebih tua dari dirinya hanya karena dia seorang penguasa. Dia adalah Kartini, seorang putri bangsawan dari, Jepara, Jawa Tengah.

Meskipun dia menerima untuk menikah diusia yang sangat muda (tentu untuk menyenangkan hati orang tuanya), Kartini tetap memperjuangkan kebebasannya sebagai seorang manusia merdeka seperti manusia lainnya, laki-laki.

Kartini dengan bebas berkorespondensi dengan seorang sahabatnya di Negeri Belanda. Dalam surat menyurat mereka berdiskusi banyak hal tentang manusia, kebebasan dan perempuan. Pada jamannya aktivitas surat-menyurat seperti ini hanyalah milik kaum Adam, sebab hanya kaum adam yang mengenyam pendidikan. Namun berkat jiwa ningrat sang Kartini yang dengan gigih memperjuangkan hak kaumnya yaitu kesetaraan maka pada akhirnya perempuan Indonesia mengalami kebebasan dan independensi. Kisah inspiratif tentang perjuangan Kartini dapat dibaca dalam kumpulan suratnya dengan judul: HABIS GELAP TERBITLAH TERANG.

Kiranya kisah inspiratif dari beberapa perempuan di atas dapat menjadi inspirasi bagi kita semua, khususnya perempuan untuk terus memperbaharui diri menjadi perempuan-perempuan yang bermartabat dan berkarakter sehingga mampu menjadi inspirasi bagi berbagai kemajuan demi kebaikan hidup manusia dan seluruh ciptaan. Tentu di sini juga tidak bermkasud menhidealisir pembangkangan untum mewujudkan perubahan. Tetapi menjadi pribadi yang otentik dan independen dapat membawa banyak perubahan dalam hidup sebagai manusia.

Salam
Fernandes Nato Wellarana







Kamis, 16 April 2015

Salah satu pertanyaan yg masih menggelantung tanpa jawaban dalam sebuah kuliah pilihan saat itu adalah.....kira-kira seperti apa rupa manusia sekarang ini setelah mengalami evolusi kelak? Pertanyaan tersebut dipicu oleh sebuah penjelasan yg menjabarkan panjang lebar tentang 'teori evolusi Darwin' bahwa manusia berasal dari monyet.

Teori terwebit agaknya sedikit menggelikan bila kita mengamati prilaku monyet yang sebenarnya hanya sebangsa primata dan seluruh cara hidupnya digerakan oleh insting semata.Manusia dengan seluruh kecanggihan cara beradanya tentu benar-benar menjadi sebuah penghinaan bila disejajarkan dengan monyet yang bisa dijadikan instrumen pendulang rupiah bagi penggiat topeng monyet.

Sejak pertama kali mendengar teori evolusi Charles Robert Darwin tersebut saya kemudian sering menyimak cerita orang-orang di Manggarai, jangan-jangan sudah ada monyet (kera) yang telah berevolusi menjadi homo sapiens, manusiacerdas. Sekian lama menunggu, kabar tentamg evolusi monyet menjadi manusia tak kunjung muncul. Mungkinkah ini hanya cerita bohong penghantar tidur bagi anak-anak yang belum dapat berpikir secara otonom?

Menariknya dalam semangat evolusi darwin, di Manggatai terjadi negasi yang sangat serius terhadap teori darwin tersebut. Dalam hal ini penolakan teori darwin tersebut tidak datang dari institusi kudus seperti gereja atau agama lainnya. Negasi tersebut datangnnya dari Sebuah cerita rakyat di Manggarai. Cerita rakyat manggarai tersebit merupakan sebuah antitesis atas pemikiran Darwin.

Dalam cerita rakyat manhgarai, justeru monyetlah yang bersala dari manusia. Menarik bukan?

Jumat, 10 April 2015

PENUMPANG GELAP DEMOKRASI

"DEMOKRASI DAN PARTAI POLITIK" memang judul yang tidak mencolek siapa pun, bahkan terkesan biasa-biasa saja. Tapi bila  ditinjau dari materi pemikiran yang diulas (opini Ignas Kleden di kompas hari ini), mungkin sebaiknya judulnya harus sedikit provokatif: PARTAI POLITIK PENUMPANG GELAP DEMOKRASI di Indonesia. 

Demokrasi yang seharusnya setarikan napas dengan partai politik justru dikebiri oleh partai politik. Partai politik tidak mampu menjaga asa demokrasi justeru menjadi konsumen atasnya. Untung saja demokrasi memungkinkan terbentuknya simpul2 civil society, seperti pers, LSM, ormas dan organisasi kemahasiswaan yang independen, sehingga simpul-simpul ini memungkinkan asa demokrasi tetap terjaga. Sedangkan partai politik sibuk saling menghancurkan dirinya sendiri (fenomena P3 dan GOLKAR). Belum lagi partai politik yg identik dengan perusahan oleh pemimpin partai tertentu semakin membuat partai politik kehilangan nilai-nilai demokrasi di dalamnya. 

Invantilitas oknum-oknum dlm partai politik yang lebih mengedepankan ego individu dari pada kepentingan banyak orang semakin memperparah fungsi partai politik yang semestinya sebagai tiang utama penyokong demokrasi.

Perlu reorientasi dan reformasi internal partai politik di Indonesia sehingga dapat menjadi simpul kekuatan politik yang mampu membawa Indonesia ke arah yg lebih baik. Bila tidak dilakukannya reorientasi maka disorientasilah yang akan terjadi. 

Mengingat partai politik yang memproduksi anggota-anggota dewan terhormat, maka penting sekali bila partai politik di Indonesia untuk segera berbenah diri sehingga dapat menghasilkan kader-kader partai yang berkelas dan berintegritas tinggi.

Tapi, mungkinkah perubahan dalam diri partai politik itu akan terjadi? Bukankah PDI Perjuangan masih menjadikan megawati yang tak lagi muda secara biologis sebagai ketua umum? Bukankah SBY yang telah purna karya masih menjadi pengendali PD? Masih banyak contoh parpol lain yang hanya dikendalika  oleh orang tertentu dan oleh keturunan orang-orang itu saja. 

Mereka tidak mampu menghasilkan kader yang bernas sehingga takut bila menyerahkan tampuk pimpinan kepada kader tertentu. Sehingga bagi saya, 'colekan Megawati terhadap presiden Jokowi yg tidak menempatkan banyak 'orang partai' pemenang pemilu dan partai koalisi pendukung pencapresan Jokowi-JK dalam kabinetnya tidak tepat sasaran. 

Jokowi seharusnya (bila ditelisik dari sisi demokrasi) disanjung setinggi angkasa karena mengajarkan Partai politiknya untuk mengkaderkan orang-orang yang bekelas dan berintegritas sehingga mampu menduduki tempat yang strategis dalam parlemen dan eksekutif. Kegelisahan Megawati merupakan cara berpikir peninggalan orde baru yang sangat nepotis. 

Saya pikir, right men on the right place harus dikedepankan dalam kepemimpinan presiden Jokowi sehingga trisakti yg digaungkan Bung Karno dulu dapat terealisasi. Sembari partai politik berebenah diri sehingga mampu menghasilkan calon pemimpin yang berkompeten dan berintegritas tinggi.

Salut untuk mu tuan Presiden, Joko Widodo. Untuk membawa kembali negeri ke jalan yg diamanatkan konstitusi tidaklah mudah. Kejahatan di negeri ini telah beranak pinag dan untuk membrantasnya tentu tidaklah mudah. Bahkan tuan Presiden harus lebih jelih dan tidak tergesa-gesa, sebab bisa saja orang-orang terdekat anda dan parpol pengusung mu yang menjadi penghambat seluruh program kerja pemerintahan mu. Engkau presiden pilihan rakyat, jangan ragu untuk melangkah. Rakyat akan selalu mendukung mu. Salam Indonesia Raya.

Medio April 2015

Fernandes Nato Wellarana

Rabu, 25 Maret 2015

ARTI LAGU: VIVA la VIDA-COLDPLAY

Sebelum membahas pengertian dari arti lirik Viva La Vida dari Coldplay versi kami tidak ada salahnya jika kita mengetahui bagaimana pengertian dari lirik ini versi anggota Coldplay sendiri. Ini dia lirik lagu menurut personel Coldplay:

Bassis Guy Berryman (dalam Q Magazine Juli 2008) menyatakan:
 “It’s a story about a king who’s lost his kingdom, and all the album’s artwork is based on the idea of revolutionaries and guerrillas. There’s this slightly anti-authoritarian viewpoint that’s crept into some of the lyrics and it’s some of the payoff between being surrounded by governments on one side, but also we’re human beings with emotions and we’re all going to die and the stupidity of what we have to put up with every day. Hence the album title.”
Vokalis Chris Martin menyatakan:
“I know Saint Peter won’t call my name.” The Coldplay lead singer replied: “It’s about… You’re not on the list. I was a naughty boy. It’s always fascinated me that idea of finishing your life and then being analyzed on it. And it’s that runs through most religions. That’s why people blow up buildings. Because they think they’re going to get lots of virgins. I always feel like saying, Just join a band (cackles head off). That is the most frightening thing you could possibly say to somebody. Eternal damnation. I know about this stuff because I studied it. I was into it all. I know it. It’s still mildly terrifying to me. And this is serious.”
Drumer Will Champion menyatakan:
“trying to remember what’s important in your life, rather than being carried away by the trappings of other things.”
Nah, setelah tau pengertian lirik lagu tersebut menurut para personel dari Cold Play, sekarang mari kita bahas menurut para penerjemah dari kawan-kawan Blog lain, secara singkat jika menelisik pengertian lirik dari Viva la Vida Cold Play ini akan menemukan banyak pengertian bahwa lirik ini menceritakan tentang sebuah Raja yang lalim, raja yang disegani di mana kemudian raja tersebut kalah/ hancur hingga pada akhir hidupnya nama raja tersebut  tidak masuk kedalam nama penghuni Surga. 
Hampir mayoritas penerjemah lirik dari lagu ini mengartikan demikian tetapi entah menapa dalam pikiran kami malah jauh dari itu, ya sebelumnya  kami mendengarkan dan kemudian mengartikan lirik lagu ini, setelah itu kami mencoba mencari tau, apakah pikiran kami sama dengan mereka yang mencoba mengartikan lirik ini, tetapi kami terkejut, ya karena kami menemukan perbedaan dalam mengartikan lirik ini, ya memang bukan sebuah masalah sebenarnya, karena mengapresiasi dan mengartikan sebuah lirik itu subjektif, bebas dan tergantung atas apa yang ada dalam pemikirannya dan inilah lirik lagu tersebut :
Viva la vida
I used to rule the world
Seas would rise when I gave the word
Now in the morning I sleep alone
Sweep the streets I used to own
I used to roll the dice
Feel the fear in my enemy’s eyes
Listen as the crowd would sing
“Now the old king is dead, long live the king”
One minute I held the key
Next the walls were closed on me
And I discovered that my castles stand
Upon pillars of salt and pillars of sand
I hear Jerusalem bells a-ringing
Roman cavalry choirs are singing
Be my mirror, my sword and shield
My missionaries in a foreign field
For some reason I can’t explain
Once you’d gone there was never
Never an honest word
And that was when I ruled the world
It was a wicked and wild wind
Blew down the doors to let me in
Shattered windows and the sound of drums
People couldn’t believe what I’d become
Revolutionaries wait
For my head on a silver plate
Just a puppet on a lonely string
Oh, who would ever want to be king?
I hear Jerusalem bells a-ringing
Roman cavalry choirs are singing
Be my mirror, my sword and shield
My missionaries in a foreign field
For some reason I can’t explain
I know St. Peter won’t call my name
Never an honest word
But that was when I ruled the world
Ohh…

Sekarang akan saya uraikan pengertian demikian:
I used to rule the world
Seas would rise when I gave the word
Now in the morning I sleep alone
Sweep the streets I used to own

Bait pertama ini menceritakan tentang kedatangan Yesus ke dunia, di mana kedatangan-Nya untuk memberikan ajaran tentang bagaimana seharusnya hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan alam, dan semua ajaran Yesus tersebut tidak ada yang dimengerti sama sekali.
I used to roll the dice
Feel the fear in my enemy’s eyes
Listen as the crowd would sing
“Now the old king is dead, long live the king”

Kehadiran Yesus kedunia ini dengan membawa sebuah ajaran baru pada masa itu layaknya sebuah perjudian, dengan keteguhan hati dalam membawa ajaran tersebut tentunya akan membuat takut para musuhnya ( dalam hal ini ajaran Yahudi ) dimana ketakutan bahwa ajaran lama akan hilang dan tergantikan oleh ajaran baru yang dibawa oleh Yesus. Ketakutan bahwa kebenaran tentang akan datangnya Mesias seperti yang tertulis di Kitab Taurat benar-benar terwujud yaitu datangnya Yesus. Dan sebagian dari mereka yang sadar akan hal itu kemudian beruka cita, ya “Now the old king is dead, long live the king”bahwa ajaran lama pasti akan hilang dan terganti dengan ajaran baru, seperti sebuah lagu pop, bahwa setiap yang baru pasti akan di puja- puja.
One minute I held the key
Next the walls were closed on me
And I discovered that my castles stand
Upon pillars of salt and pillars of sand

Sebentar saja Yesus membawa pesan kebenaran dan sebentar pula ajaran kebenaran itu ditegakkan dengan benar, kemudian dirinya terjebak dalam penyalah artian apa yang dia bawakan, mereka membuat sebuah agama untuk dirinya, sebuah ajaran yang rapuh dan tidak kokoh.
I hear Jerusalem bells a-ringing
Roman cavalry choirs are singing
Be my mirror, my sword and shield
My missionaries in a foreign field
For some reason I can’t explain
Once you’d gone there was never
Never an honest word
And that was when I ruled the world

Yerusalem pun mengakui agama baru tersebut, bahkan Romawi juga telah mengamini pada akhirnya, ya agama tak jauh-jauh dari politik, dimana kekuatan terbesar saat itu berada di Romawi, mereka menjadikan agama baru tersebut menjadi cerminan kehidupan dirinya, menjadikan alas an untuk memerangi dan bertahan, para missionaries pun berkelana keseluruh penjuru dunia untuk memberitakan dan mengajarkan tentang agama baru tersebut, dimana Yesus sendiri tidak bias menjelaskan alasan mengapa, sebuah ajaran baru yang sudah tidak ada lagi tentang kejujuran atas apa yang Yesus lakukan sebelumnya.
 It was a wicked and wild wind
Blew down the doors to let me in
Shattered windows and the sound of drums
People couldn’t believe what I’d become

Dan penyebaran itu layaknya angin, berhembus kesegala penjuru, sebuah ajaran yang salah dan jahat, dan mereka yang didatangi berita itu bersuka cita menyambutnya, mereka tertarik tentang ajaran baru tersebut, dimana didalamnya Yesus merasa bahwa mereka tidak percaya pada apa yang sebenarnya Yesus bawa kedunia ini jika mereka tau sebenarnya.
Revolutionaries wait
For my head on a silver plate
Just a puppet on a lonely string
Oh, who would ever want to be king?
Perkembangan ajaran baru ini pada akhirnya melahirkan agama, sekte atau semapalan oleh adanya Revolusionis, dimana Yesus dijadikan sebagai seseorang suci, Nabi bahkan Tuhan. Namanya, kehadirannya layaknya sebuah boneka yang dipermainkan, a lonely string ya Eli Eli lama  sabachthani  , Hai siapa yang ingin menjadi Raja ??
I know St. Peter won’t call my name
Never an honest word
But that was when I ruled the world

Banyak yangmengartikan bahwa St Peter tidak menyebut nama Yesus untuk masuk kedalam penghuni Surga, sejak kapan St Peter menjadi penjaga Surga ? St Peter / Petrus adalah murid dari Yesus yang menyangkal mengenal Yesus sebanyak Tiga kali, dan saat itu Yesus masih mengajarkan kebenaran dengan ajaran benar dan sebenar-benarnya.
Ps: catatan ini saya kuti dari catatan seorang pencinta Coldplay. Terima kasih, kawan.


Fernandes Nato Wellarana

Kamis, 19 Maret 2015

CRICKET: NO PAIN, NO GAIN


Nand & Yeri, 6s 2010
Cricket di Indonesia terus melejit, membumbung angkasa, meretas batas-batas keterbatasan bangsa Indonesia. Polemik yang sengaja ‘diciptakan’ pemerintah Indonesia kian memupus harapan banyak orang  untuk berprestasi  di negeri para koruptor ini, dan (mungkin) telah kecewa menjadi  bagian dari bangsa Indonesia yang kian hari kian terpuruk dan (mungkin) akan segera ambruk.

Tapi, Cricket Indonesia memiliki cerita lain. Langkah nasionalisme bangsa Indonesia yang kian tergontai justru menjadi penyulut semangat  para atlet U19 Cricket Indonesia. Sebut saja, Eky Antaria © , Gema Fajar, Desandri, Ahmad Ramdoni, Lucky Angga Kusuma, ‘Pendekar’ Maulana, Muhamad Anjar, Muhaddis,  Gamantika, Agung, Gorav, Ishan Daniel, dan …tetap berani  menegakan kepala dengan semangat di dada demi mengibarkan sang merah putih di kancah Internasional.

Februari 2011 mendatang merupakan pertaruhan nama baik para Cricketers U19 terbaik bangsa Indonesia dalam sebuah kejuaraan Cricket tingkat Internasional di Queen’s Land-Australia. Mereka akan head to head  dengan beberapa negara lautan pasifik lainnya, seperti Jepang, Vanuatu, Papua New Guinie, dan Viji. Dalam beberapa pekan terakhir menjelang keberangkatan para atlet cricket U19 Indonesia melakuakn ‘Traning Camp’ di Cibubur, Jakarta Timur.

“Saya yakin, kali ini, para atlet U19 akan berbuat sesuatu yang lebih baik (mengacu pada kejuaraan sebelumnya yang kurang beruntung),” demikian sang arsitek asal Nusa Tenggara Timur, Yeri Rosongna menegaskan kepada penulis saat bertemu beberapa pekan lalu setelah Camp. Penulis pun berharap sang arsitek, Yeri Rosongna dapat menggenapi ‘firmannya’ untuk sesuatu yang terbaik bagi bangsa Indonesia yang haus akan prestasi.

Nyalakan Semangat Juangmu
No Pain, No Gain. Demikian sebuah pepatah kuno dari Inggris untuk  meringkas sikap semangat juang tinggi, kerja keras, disiplin, komunikatif, respek, dan bertanggung jawab dalam berbagai aspek kehidupan. Pepatah ini pun berlaku penuh  dalam permainan Cricket yang selalu mengedepankan semangat juang, bertanggung jawab, mengharagai orang lain serta mengapresiasi setiap prestasi, baik kawan maupun lawan.

Mestinya dengan kesadaran penuh engkau menyadari kemajemukan timmu. Pluralitas untuk dihargai, bukan untuk di cela. Ini pernyataan imperative, artinya wajib hukum untuk dijalankan.  Ingatlah, kekuatan bangsa Indonesia adalah keragamannya, dan kekutan tim cricket U19 persisi kekuatan bangsa Indonesia yaitu kemajemukan (plurallis). Dengan menyadari  ini sepenuhnya, maka kesalahan yang pernah dilakukan oleh pendahulumu tidak terulang. Atlet dari NTT berkomunitas sendiri, atlet dari Bali berkomunitas sendiri, atlet dari Jakarta berkomunitas sendiri, atlet dari Bogor berkomunits sendiri, reckless.

Jelas, hal ini tidak baik untuk sebuah tim. Kekuatan dari sebuah tim adalah kerja sama dan saling menyemangati, baik itu saat bertanding maupun saat berada diluar lapangan. Semangat adalah kata kunci untuk sebuah kemenangan dan jangan melepas tanggung jawab mu kepada yang lain. 

Fernandes Nato Wellarana

CRICKET: MOMENTALITAS TIMNAS CRICKET INDONESIA

“Batu pecah  bukan karena dasyatnya tempaan terakhir, tapi merupakan akumulasi dari tempaan-tempaan sebelumnya”

Fernandes N. Wellarana
Sangat utopis bila pemain TIMNAS cricket Indonesia berharap untuk memenangkan setiap kejuaraan regional cricket negara-negara lautan pasifik (ICC-EAP CUP). Skill saya tempatkan pada poin terakhir terhadap sebuah kekalahan (khususn untuk Timnas Cricket Indonesia), karena skill selalu tercipta dari keseringan berlatih dan keseringan berlaga—bukan dalam konteks individu tetapi sebagai sebuah TIMNAS, Tim Nasional Cricket Indonesia.

Dari beberapa pengalaman mengikuti kejuaraan ICC-EAP Cup, para pemain TIMNAS CRICKET Indonesia akan di panggil untuk mengikuti traning camp dan waktunya dua bulan menjelang kejuaraan. Waktu yang relative singkat untuk membangun kesolidan tim, baik dari sisi kerja sama, kekompakan, fitness, dan skill. Soliditas selalu terbentuk dari kesamaan persepsi terhadap sesuatu. Juara misalanya sebagai target. Untuk  membangun persepsi yang sama tentang JUARA, merupakan hal yang luar biasa sulit bagi TIMNAS Cricket Indonesia.
Pluralitas pemain TIMNAS memang menjadi salah satu alasan yang cukup mendasar terhadap beragamnya perspektif JUARA. Orientasi menjadi bagian dari Timnas Cricket Indonesia pun berwarna warni. Belum lagi tete-bengek lain yang kerap mengekor para pamain—perlakukan semua pemain itu sama.  Semua ini membentuk pemain-pemain di Timans Cricket Indonesia menjadi begitu utopis, meikirkan kemenangan yang begitu muluk dan bila kalah pasti ada yang menjadi kambing hitam.  

Banyak bowling yang jelek, fielding yang tidak agresif, KPI’S tidak berlaku, top five battsman fall erlier, dan semuanya berjalan berlalu seolah-olah tanpa ada yang tidak beres. Semangat mengibarkan sang merah putih menjadi kian redup ketika tiap kali berlaga selalu dipecundangi. Perjalanan bertanding ke luar negeri pun tidak lebih dari perjalanan wisata menikmati tempat-tempat baru dan sekedar menghabiskan ‘uang negara.’


Tidak Belajar Dari Pengalaman
Selalu mendapat penghargaan yang baik terhadap pengembangan Cricket di Indonesia untuk Cricket Indonesia merupakan hal yang lumrah dan tidak lebih dari sebuah candu. Saya katakana sebagai candu karena dengan ini pengembangan cricket di Indonesia begitu masif dan mengalahkan negara-negara lain. Tapi bila hal ini ditematisasi, Indonesia sesungguhnya  tidak pernah juara dan tidak layak mendapat award terhadap pengembangan. Presetasi selalu mengedepankan data-data--bisa  saja hasil manipulasi. Bila di lihat dari kenyataan di lapangan, minat orang terhadap Cricket kembali meredup. Jumlah yang dahulunya puluhan ribu, saya jamin  sebagaian besarnya hilang—entah disadari atau tidak yang pasti kita selalu punya alasan-alasn klise untuk membela diri.

Sama halnya dengan TIMNAS CRICKET, sangat momental. Momentalitas dari sebuah tim tidak pernah membentuk sebuah kesolidan. Setiap pemain tetap pada persepsinya masing-masing terhadap sebuah TIMNAS, sehingga untuk menjadi sang juara tetap menunggu ‘bintang jatuh dari langit’ dan berharap sebuah keajaiban terjadi. Menjadi pemenang atau menjadi pecundang merupakan hal yang tidak ada bedanya.

Mungkinkah Cricket Indonesia berpegang teguh pada prinsip Yin dan Yang, menjaga keseimbangan? Di sisi lain Cricket Indonesia menerima Award dalam pengembangan dan di sisi lain babak belur kalah terus dalam kejuaraan ICC-EAP CUP, dengan demikian Cricket Indonesia ‘stay on Balance.’ Stay on balance atau justru mengalami stagnasi?

Sesungguhnya Cricket Indonesia dalam hal ini TIMNAS Cricket Indonesia, tidak pernah belajar dari pengalaman yang sudah-sudah. Seharusnya ada banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran untuk pembelajaran demi perbaikan ethos permainan  pemain dalam TIMNAS cricket Indonesia. Tapi berhubung TIMNAS CRICKET INDONESIA adalah momental, maka tidak mengagetkan bila selalu jatuh pada kesalahan-kesalahan yang sama, tidak solid, mudah menyerah, tidak disiplin, tidak bugar, danpoor skill.

Bila demikian gamblangnnya persoalan yang terus menjadi kendala terbesar bagi TIMNAS CRICKET INDONESIA dalam memetik kemenangan dalam setiap kejuaraan, adakah langkah konkrit yang akan dibuat untuk mengantisipasi terhadap kejuaraan-kejuaraan ICC-EAP CUP berikutnya  atau kita akan tetap berkutat pada permasalahan-permasalahan yang sama? Dalam waktu dekat ICC EAP CUP akan diselenggarakan, dan kita berharap keajaiban akan terjadi.

VOTE KOMODO: SIAPA UNTUNG DAN SIAPA BUNTUNG?


Siapa yang untung dan siapa yang buntung dalam promosi Komodo sebagai "the new7 wonder"? Saya pribadi melihat ini sebagai sebuah kesia-siaan. Sama sekali tidak penting.

Dimilis tetangga saya membaca bahwa ada beberapa orang yang rela saling memaki karena vote or not for Komodo? Dari beberapa orang yang menggiatkan kembali promosi komodo ini adalah Politisi, pasca pengunduran komodo dari TN7W oleh mantan menteri Kebudpar, Jero Wacik.

Jusuf Kala, Anas Urbaningrum, Baskoro Yudhoyono cukup getol dengan hal ini. Sungguhkah mereka  menghendaki Komodo terkenal dan sebagai keajaiban dunia? Atau mereka-mereka ini mengadu keberuntungan Politik melalui nama besar sang Raksasa NTT, Komodo? Mari berpikir melampaui apa yg mereka katakan dan menguak apa yg mereka tidak katakan.  Pecaya atau tidak kepedulian mereka ini merupakan 'kosmetika politik' belaka. Tidak Tulus...!

Beberapa teman saya bilang begini; apa sih ruginya hanya satu rupiah utk vote komodo? Dan saya tanya meraka begini; Apa sih pentingnya percaya terhadap omong kosong para politisi Republik sialan ini? Satu miliar selalu berangkat dari satu rupiah. Dan bayangkan, bila semua orang Indonesia dan sebagian besar dunia vote komodo dengan satu rupaih dan kemudian dibatalkan secara sepihak oleh oknum yg tidak bertanggung jawab (mengacu kpd program N7W sebelumnya). Kerugian yg tidak kecil,  bukan...!!!???

Komodo itu sudah terkenal sejak dahulu-kala dan semua orang di NTT khusunya Mabar telah menyadari hal itu. Jadi, tidak penting banget mempopulerkan sesuatu yang sudah pada dirinya populer.

Menurut saya sekarang adalah, bagaimana meningkatkan pengawasan di TNK (Taman Nasional Komodo) karena pencurian, penjarahan di TNK sendiri masih menggelora. Pencurian terhadap Rusa di Komodo, Penyelundupan anak-anak komodo ketempat lain (yg tidak pernah diexpose media) dan pencurian hasil laut di TNK merupakan kejahatan internal di TNK. Pemerintah mengabaikan itu  karena otak kejahatan ini adalah pemerintah sendiri.

Saya pernah berjumpa dengan seorang warga Labuan Bajo bulan Juli silam dalam perjalanan pulang dari Manggarai, Flores. Dia menceriterakan bahwa di TNK itu ada banyak sarang Walet yang terus dicuri oleh petugas TNK tetapi menggunakan orang sipil dari sape, NTB, yang cukup lihai dalam melakoni hal tersebut. Oknum yg bercerita kepada saya adalah saudara dekat seorang petugas TNK dan saya kenal orang tersebut.

Argumentasi lain bahwa: "Jika komodo menjadi terkenal dan menjadi bagian dari N7W , maka NTT dan Labuan Bajo khususnya akan menjadi kota yang sangat ramai dan infrastrukturnya pasti akan segera dibenahi". BULSHIT...!!! Apakah memang orang Manggarai yang diuntungkan karena terkenalnya KOMODO? Atau orang manggarai akan segera tersisikan ketika KOMODO menjadi semakin terkenal?

Jakarta menjadi terkenal dan maju tetapi harus mengorbankan dan menyisihkan suku betawi dari akarnya. Labuan Bajo pun demikian akan menjadi maju dan terkenal tetapi harus siap tersingkir dari Manggarai Barat(MABAR) sendiri menjadi budak kaum Kapitalist Ibu kota.

Saya percaya, masayarakat Manggarai Barat pada umumnya, belum bisa menerima kemajuan yg telalu cepat meninggalkan cara berpikir agraris yg masih mereka anut. Inikah kemajuan yang akan kita anut? Menerlantarkan sesama saudara yang masih jauh tertinggal?

Akh, Komodo sebaiknya engkau musnah saja...!!!  Ketenaranmu telah membuat saudara-saudarku terlantar dan tercabut serta tercabik-cabik dari eksistensinya sebagai orang Manggarai-Jelata. Bila engkau (komodo)  mau, biarkan engkau tidak terkenal, karena dengan keberadaanmu sekarang sudah cukup merepotkan kami yang tertinggal dari berbagai kemajuan dunia. Apalagi jika engkau sudah lebih terkenal, pastikan bahwa kami akan diusir dari tanah leluhur kami. Kami akan tetap berbangga pada kota Labuan Bajo yang mungil dan bersahaja seperti sekarang, karena kami menginginginkan agar engkau ada dan kami pun tetap ada. Jadi, lupakanlah ketenaran yang mereka janjikan, karena semua itu hanya omong kosong dan kosmetika politik menuju tirani singga-sana kekuasaan. Akhir Nov 2011).

Fernandes Nato Wellarana

Senin, 09 Maret 2015

MANGGARAI BARAT DI PERSIMPANGAN KEKUASAAN


Masa kekuasaan Bupati Dulla tinggal menghitung hari untuk kelar. Jabatan ‘sakral’ tersebut akan segera diganti oleh rezim lain atau oleh Bupati Dulla sendiri yang besar kemungkinan akan kembali maju dalam bursa pencalonan bupati pada PILKADAL (baca: pemilihan kepala daerah langsung) Manggarai Barat mendatang.

Bupati Dulla yang telah menjabat kurang lebih 10 tahun sebagai wakil dan bupati Manggarai Barat tampaknya telah mengenal betul rincian kelebihan dan kekurangan serta potensi yang dapat dikembangkan secara optimal di Manggarai Barat. Alasan memahami betul tentang detail persoalan Manggarai Barat inilah yang membuat Gusti Dulla kembali ke dalam pusaran kekuasaan. Ia ingin kembali menjadi orang nomor satu di Manggarai Barat sehingga dapat menuntaskan program-program kerja yang masih menunggak selama sepuluh tahun masa kekuasaannya. Benarkah demikian…!!?

Pertanyaan inilah yang menggelayut dalam benak saya ketika mendengar bahwa Bupati Dulla ingin kembali maju dalam perhelatan politik, pesta demokrasi PILKADAL Manggarai Barat untuk periode mendatang. Benarkah beliau hendak menuntaskan pembangunan di Mabar yang masih terbengkalai setelah sepuluh tahun rezimnya? Atau hanya ingin melanggengkan kekuasaanya saja?

Di sini tentu kita wajib berhenti sejenak, melihat kembali pencapaian Manggarai Barat selama rezim Bupati Dulla satu dasawarasa terakhir. Apa perkembangan di Manggarai Barat yang paling nyata selama 10 tahun rezim kekuasaan Bupati Dulla? Apakah perkembangan-perkembangan tersebut layak dijadikan sebagai indikator kemajuan atau justru sebagai indikasi dekadensi pembangunan dan politik di Manggarai Barat? Tentu saja masih ada banyak lagi pertanyaan yang bisa kita ajukan untuk dikaji. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak perlu diajukan kepada sang Bupati karena tuan penguasa selalu memiliki alibi sebagai pembenaran terhadap kegagalan-kegagalannya.

Lalu apakah rakyat perlu menitipkan pertanyaan-pertanyaan dan evaluasinya terhadap kinerja Bupati Dulla melalui perwakilannya, DPRD Manggarai Barat? Sudahlah, sudahi saja harapan kita tentang kinerja para dewan terhormat. Mereka hanyalah perwakilan bagi diri mereka sendiri, mereka hanyalah pendulang rupiah dari negara, penambang APBD. Mereka bisa saja menumpahkan seluruh tuduhan kegagalan pembangunan di Manggarai Barat kepada Bupati. Dewan Perwakilan Rakyat  Daerah bisa saja ‘cuci tangan’ dari berbagai kegagalan pembangunan di Manggarai Barat yang sebenarnya mereka punya andil dalam kegagalan pembangunan tersebut (banyak DPRD Mabar yang menjadi calo proyek). Di sini tentu kita bisa mengatakan bahwa antara DPRD dan Bupati Mabar itu adalah setali tiga uang, atau sebelas dua belas bahasa anak zaman sekarang.

Nah, ketika Bupati dan DPRD (hampir) tidak memiliki nilai lebih yang dapat diapresiasi oleh masyarakat, yang dikarenakan rendahnya mutu kerja mereka, lalu masih adakah harapan bahwa ke depannya Manggarai Barat dapat menjadi lebih baik? Apakah besok Manggarai Barat akan memiliki pemimpin yang mengerti akan apa yang harus dikerjakannya demi kemajuan daerah tersebut yang bergelimangan potensi sumber daya alam?  Tanggung jawab untuk memilih pemimpin yang kredibel dan berintegritas tinggi untuk masa depan Manggarai Barat yang lebih baik ada di tangan kita semua sebagai masyarakat. Sehingga kita semua diundang untuk tidak apatis dalam menentukan Bupati bagi Manggarai Barat untuk periode mendatang.

Dominasi Politikus ‘Wajah Lama’

Politik memang sering kali dimengerti sebagai seni melanggengkan kekuasaan dan hal inilah yang sedang dilakukan oleh para politikus ‘Wajah lama’ Manggarai Barat. Mereka kembali menebar pesona politk ‘rabun senja’, politik musiman dengan jarak pandang dekat. Janji-janji manis kembali mengalir deras dari mulut para kandidat dan horornya masyarakat sering kali terbawa suasana tanpa mampu mengambil jarak dari situasi tersebut.

Masyarakat pun lalu jatuh ke dalam situasi sulit, memilih yang satu dan menegasi yang lainnya, menyanjung yang satu dan menyumpah yang lainnya. Sedangkan mereka tidak pernah benar-benar mengerti siapa sejatinya kandidat yang mereka jagokan tersebut. Mungkin saja kandidat tersebut adalah penjarah uang APBD, bekas narapidana, mungkin saja partai politik yang mengusungnya beraliran fundamentalis-radikal, dan juga kemungkinan lainnya. Sebab mata masyarakat telah disilaukan oleh kosmetika politik yang menyamar seluruh ketidak becusan sang kandidat. Telinga masyarakat telah dibuai oleh manisnya rayuan dan janji-janji politik para politikus yang memiliki lidah lincah untuk berkelit.

 Dalam pergulatan untuk mencari Bupati berintegritas tinggi bagi Manggarai Barat untuk periode mendatang, masyarakat dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak mengenakkan. Partai politik yang semestinya menjadi tempat bersemayam dan tumbuh suburnya kader pemimpin berkualitas dan berintegritas tinggi gagal total. Alhasil, partai politik menjadi sekedar merek dagang yang dapat dibeli oleh mereka yang memiliki uang. Pembelian terhadap partai politk inilah yang disinyalir sebagai cikal-bakal tindakan korupsi dikemudian hari.

Namun demikian, dalam kondisi seperti ini masyarakat diwajibkan untuk tetap waras, selalu terjaga dan tidak terkontaminasi oleh ‘gombal-gembel’ para kandidat. Kenali rekam jejak kandidat tersebut dengan baik. Jangan pula terbuai oleh ‘gula-gula’ sogokan para politisi ‘pendatang baru’ yang mencoba keberuntungan di Manggarai Barat. Masyarakat juga wajib terlibat secara aktif dalam politik untuk mengawal asa demokrasi yang sering kali dikebiri demi kepentingan penguasa (ruling class). Jangan pernah apatis dengan politk, jangan pula terpekur dalam syair klasik apatisme: ‘ah, siapa pun yang terpilih nantinya sama saja, toh saya akan tetap seperti ini,  Manggarai Barat juga akan tetap seperti ini’. Segera sudahi ketidak pedulian tersebut!  Mari, bersama-sama menyongsong wajah baru Manggarai Barat yang memesona dengan memilih pemimpin yang berintegritas dan berpihak pada kepentingan semua orang.

Memilih Bupati ‘Robinhood’

Menjawab undangan politik pesta demokrasi PILKADAL Mabar untuk memilih Bupati yang tepat bagi Kabupaten Manggarai Barat periode mendatang, masyarakat dihadapakan pada preferensi yang pelik. Banyak calon bupati yang tidak qualified untuk memimpin Manggarai Barat ke depannya. Qualified dalam hal ini tentu bila merujuk pada polis idal a-la Platon yang mengharuskan pemimpin negara (polis) itu filsuf-filsuf raja (philosophers king), bahkan bisa jadi Bupati mabar yang sekarang itu tidak termasuk ‘warga polis’ karena mutu kepemimpinan yang rendah.

Tetapi, tentu saja kita semua menyadari konsekuansi dari sebuah negara demokrasi dimana setiap warga negara  setara (equal), memiliki hak politik yang sama untuk memilih dan dipilih terlepas dari apa predikat Sosial yang kita miliki. Toh yang namanya pemimpin dan kepemimpinan itu juga dapat dibentuk dan dipelajari. Jadi, mungkin saja para calon Bupati yang dihadapkan kepada kita masyarakat Mabar saat ini sebagai pemimpin hasil pembelajaran dan pembentukan (baca: polesan media). Sehingga bila bila kelak terjadi hal-hal yang menyimpang dalam kepemimpinannya hal tersebut tidak akan mengagetkan kita karena kita sudah mengetahui dari mana dia ‘berasal’.

Untuk itu mari, kita mengakrabi para  kandidat, mengenali mereka dari dekat dan lebih dekat. Sebab tidak setiap orang memiliki keberanian dan kesediaan untuk menjadi pemimpin (baca: pelayan masyarakat). Mari, kita bangun komunkasi yang baik dengan mereka sehingga kita dapat mengetahui arah dan motivasi mereka mencalonkan diri sebagai pemimpin Kabupaten Manggarai Barat. Lalu kita menganalisa berbagai hal yang mereka katakan. Sekali lagi jangan sampai terbuai dengan ‘gula-gula’ politik yang mereka tawarkan. Harus menjadi masyarakat yang waras dan cerdas dalam memilih, selalu ‘terjaga’ untuk  memilih pemimpin yang tepat.

 Lalu siapakah pemipin yang tepat itu? Di sini saya coba menganalogikannya dengan salah satu tokoh film terkenal, Robinhood. Robinhood adalah seorang yang memerankan sebagai penjahat yang solider. Mencuri untuk kebaikan banyak orang dan tidak mencuri dari orang-orang kecil. Tentu kita semua tahu bahwa pada dirinya mencuri itu adalah sesuatu yang buruk. Tapi bila mencuri demi kebaikan banyak orang, maka orang-orang akan mengabaikan predikat pencuri dari sang pemimpin dan melihat pemimpin tersebut sebagai juru selamat. Kita juga bisa melihat tindakan mencuri tersebut sebagai sebuah pembangkangan terhadap ketidakadilan dari mereka yang berkuasa dan menjarah harta dan keuasaan mereka untuk kebaikan banyak orang (di sini saya tidak berpretensi unutk mengidealisir pencurian dan pembangkangan).

Dalam memilih bupati Manggarai Barat pada periode mendatang, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan pelik sebab hampir pasti tidak ada calon yang benar-benar ideal untuk jadi Bupati. Untuk itu kita harus segera mengetahui siapa calon pemimpin yang akan kita pilih. Silakan memilih yang kemungkinan melakukan kecurangan (untuk memperkaya diri) setelah menjabat sebagai Bupati kecil. Rekam jejaknya akan membantu kita untuk mengetahui seperti apa komitmen orang tersebut dalam kepemimpinannya dan pilihlah ‘Robinhood’ sebagai Bupati.

Memilih ‘Robinhood’ dalam hal ini tentu sebagai sebuah jalan terbaik untuk memilih yang tepat di antara yang tidak layak. Minimal Bupati yang akan kita pilih memiliki keberpihakannya terhadap kepentingan dan hajat hidup orang banyak di MABAR, seperti pembangunan jalan, Rumah Sakit, air bersih, sarana pendidikan yang memadai, infrastruksur pertanian yang baik dan semuanya itu mengerucut pada penataan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan. Bila Bupati terpilih kelak mampu menjawab kebutuhan masyarakat Manggarai Barat maka hampir pasti seluruh ‘dosa kekuasaannya’ akan diampuni masyarakat. Selamat menjalani lamentasi politik untuk kita semua. Selamat menjelang pesta demokrasi PILKADAL Manggarai Barat. Semoga masyarakat dapat memilih Bupati yang tepat untuk kebaikan bagi semua orang di Manggarai Barat.


Fernandes Nato Wellarana