"DEMOKRASI DAN PARTAI POLITIK" memang judul yang tidak mencolek siapa pun, bahkan terkesan biasa-biasa saja. Tapi bila ditinjau dari materi pemikiran yang diulas (opini Ignas Kleden di kompas hari ini), mungkin sebaiknya judulnya harus sedikit provokatif: PARTAI POLITIK PENUMPANG GELAP DEMOKRASI di Indonesia.
Demokrasi yang seharusnya setarikan napas dengan partai politik justru dikebiri oleh partai politik. Partai politik tidak mampu menjaga asa demokrasi justeru menjadi konsumen atasnya. Untung saja demokrasi memungkinkan terbentuknya simpul2 civil society, seperti pers, LSM, ormas dan organisasi kemahasiswaan yang independen, sehingga simpul-simpul ini memungkinkan asa demokrasi tetap terjaga. Sedangkan partai politik sibuk saling menghancurkan dirinya sendiri (fenomena P3 dan GOLKAR). Belum lagi partai politik yg identik dengan perusahan oleh pemimpin partai tertentu semakin membuat partai politik kehilangan nilai-nilai demokrasi di dalamnya.
Invantilitas oknum-oknum dlm partai politik yang lebih mengedepankan ego individu dari pada kepentingan banyak orang semakin memperparah fungsi partai politik yang semestinya sebagai tiang utama penyokong demokrasi.
Perlu reorientasi dan reformasi internal partai politik di Indonesia sehingga dapat menjadi simpul kekuatan politik yang mampu membawa Indonesia ke arah yg lebih baik. Bila tidak dilakukannya reorientasi maka disorientasilah yang akan terjadi.
Mengingat partai politik yang memproduksi anggota-anggota dewan terhormat, maka penting sekali bila partai politik di Indonesia untuk segera berbenah diri sehingga dapat menghasilkan kader-kader partai yang berkelas dan berintegritas tinggi.
Tapi, mungkinkah perubahan dalam diri partai politik itu akan terjadi? Bukankah PDI Perjuangan masih menjadikan megawati yang tak lagi muda secara biologis sebagai ketua umum? Bukankah SBY yang telah purna karya masih menjadi pengendali PD? Masih banyak contoh parpol lain yang hanya dikendalika oleh orang tertentu dan oleh keturunan orang-orang itu saja.
Mereka tidak mampu menghasilkan kader yang bernas sehingga takut bila menyerahkan tampuk pimpinan kepada kader tertentu. Sehingga bagi saya, 'colekan Megawati terhadap presiden Jokowi yg tidak menempatkan banyak 'orang partai' pemenang pemilu dan partai koalisi pendukung pencapresan Jokowi-JK dalam kabinetnya tidak tepat sasaran.
Jokowi seharusnya (bila ditelisik dari sisi demokrasi) disanjung setinggi angkasa karena mengajarkan Partai politiknya untuk mengkaderkan orang-orang yang bekelas dan berintegritas sehingga mampu menduduki tempat yang strategis dalam parlemen dan eksekutif. Kegelisahan Megawati merupakan cara berpikir peninggalan orde baru yang sangat nepotis.
Saya pikir, right men on the right place harus dikedepankan dalam kepemimpinan presiden Jokowi sehingga trisakti yg digaungkan Bung Karno dulu dapat terealisasi. Sembari partai politik berebenah diri sehingga mampu menghasilkan calon pemimpin yang berkompeten dan berintegritas tinggi.
Salut untuk mu tuan Presiden, Joko Widodo. Untuk membawa kembali negeri ke jalan yg diamanatkan konstitusi tidaklah mudah. Kejahatan di negeri ini telah beranak pinag dan untuk membrantasnya tentu tidaklah mudah. Bahkan tuan Presiden harus lebih jelih dan tidak tergesa-gesa, sebab bisa saja orang-orang terdekat anda dan parpol pengusung mu yang menjadi penghambat seluruh program kerja pemerintahan mu. Engkau presiden pilihan rakyat, jangan ragu untuk melangkah. Rakyat akan selalu mendukung mu. Salam Indonesia Raya.
Medio April 2015
Fernandes Nato Wellarana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar