CRICKET, MENYEBRANGI HETEROGENITAS BANGSA
INDONESIA
Fernandes Nato Wellarana |
Berbeda-beda tapi satu itulah bangsa
Indonesia. Satu tapi berbeda-beda itulah cricket Indonesia. Mungkin kalimat di
atas susah untuk dipahami karena sekilas terlihat sama dan tidak memiliki
perbedaan makan atau arti. Tapi, sesungguhnya memiliki perbedaan yang sangat
jauh dan layak untuk diproblematisir.
Marthin Buber seorang Filsuf eksistensialis
berpendapat, bahawa dalam relasi intersubjektivitas manusia harus mengedepankan
relasi I-Thou, Saya-Anda, bukan I-It, Saya-Benda. Kecendrungan relasi I-It adalah relasi subje-objek
sehingga mereduksi eksistensi orang lain menjadi benda dan orang lain kerap
diekploitasi demi eksistensi Saya. Buber berpendapat relasi I-Thou merupakan
relasi subjek dengan subjek, sehingga yang lain tidak dieksploitasi tetapi
dihargai sebagaimana saya mau diperlakukan. Menurut Buber, bahwa dalam relasi
I-Thou kita bisa menyaksikan kehadairan Allah melalui sesama.
Republik Indonesia memiliki kecendrungan
relasi antar masnusia seperti yang ditawarkan Marthin Buber, I-Thou. Relasi I-Thou mengajarkan agar kita memperlakukan orang lain
sebagaimana kita mau diperlakukan. Pemikiran seperti inilah yang telah menjadi
‘perekat’ keutuhn bangsa Indonesia yang sangat heterogen. Bhineka Tunggal Ika
menjadi semboyan baku dan bila diutak-atik akan melahirkan prahara. Tapi
benarkah dengan mengeneralisasi keunikan dari setiap orang menjadi seperti saya
sebagai solusi konkrit untuk mencegah conflik SARA di Republik para koruptor
ini?
Pemikiran Buber dikritik oleh filsuf
eksistensialis lainnya, Emanuel Levinas. Levinas berpendapat, bahwa bahwa
mereduksi orang lain menjadi sama seperti saya merupakan kesalahan besar.
Setiap pribadi itu unik adanya dan keunikan dari setiap pribadi harus
dihargai. Kecendrungan pemikiran Buber, menurut Levinas adalah menghilangkan
keunikan-keunikan yang dimiliki orang lain sehingga orang lain menjadi sama
seperti saya. Keliru besar!
Levinas menawarkan solusi yang lebih
menghargai keunikan dari orang lain. Kita harus melihat orang lain
sebagai yang lain (the others), bukan sebagai sama seperti saya. Saya
uniq adanya dan yang lain pun demikian. Belum tentu apa yang boleh diperlakukan
kepada saya, boleh juga diperlakukan bagi yang lain. Ini yang menjadi
pertimbangan levinas menegasi I-Thou yang ditawarkan Marthin Buber. Dengan
mengahargai keunikan dari yang lain berarti kita dapat menerima perbedaan dan
keunikan saya dan yang lain merupakan tanda kehadiran Allah.
Dasar pemikiran bahwa bangsa Indonesai adalah
Satu tapi berbeda-beda merupakan konsep yang ditawarkan Emanuel levinas dalam
menjalin relasi sesama anak bangsa ditengah heterogenitas yang kerap menibulkan
konflik SARA. Berbeda-beda tapi satu (Bhineka Tunggal Ika) merupakan
konsep yang ajeg. Berbeda-beda suku agama, ras dan golongan tapi satu yaitu
Indonesia.
Pemikiran ini kerap mengeneralisir perbedaan
yang ada dalam tubuh bangsa Indonesia, bahkan memiliki kecendrungan untuk
direduksi ke dalam peradaban dan tradisi tertentu. Perekonomian misalnya, gaya
hidup konsumtive di Jakarta selalu menjadi barometer gaya hidup untuk seluruh
wilayah nusantara, tanpa mempertimbangkan sumber penghasilan di daerah-daerah
lain yang sama sekali berbeda dengan Jakarta.
Gaya hidup korupsi para pejabat tinggi
Indonesia yang tinggal di Jakarta juga telah menjadi budaya yang menjamur di
daerah-daerah yang jauh dari Jakarta. Merebaknya korupsi disetiap daerah tidak
menjadi hal yang terlalu mengagetkan karena kita mengedepakan kebhinekaan,
berbeda-beda tapi satu. Kita boleh berbeda provinsi, kabupaten, suku, agama dan
lainnya, tapi kita satu dalam budaya korupsi.
Bhineka tunggal ika yang menjadi legitimator
kejahatan-kejahatan budaya birokrasi bangsa Indonesia layak untuk
diproblematisir dan didiskusi ulang. Satu tapi berbeda-beda, mungkin menjadi
tawaran baru untuk menjadi semboyan bangsa Indonesia. Kita satu sebagai bangsa
Indonesia, tapi kita tidak satu dalam segala hal, termasuk korupsi. Bila
korupsi menjadi budaya usang yang terus menuntun masyarakat metropolitan, maka
itu tidak menjadi barang tentu berlaku di daerah-daerah lain seperti Jogja,
Bali, NTT dan sebagainya.
Satu tapi berbeda-beda merupakan cara baru
untuk menghidupkan kembali kearifan-kearifan lokal bangsa Indonesia. Satu tapi
berbeda-beda mengundang setiap pribadi suku dan lainnya di nusantara ini untuk
kembali menghargai keunikannya sendiri dan menghargai keunikan-keunikan oarng
lain. Di sini kemerdekaan itu akan benar-benar menjadi nyata dan tidak sekadar
utopia seperti yang telah terjadi selama ini.
Ini bukanlah pemikiran profkatif dan tidak
bertanggung jawab yang mampu menimbulkan disitegrasi bangsa. Pemikiran ini
lebih kepada refleksi akan realita dan fenomena yang telah terjadi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita telah telah dijajah oleh kebersamaan
kita sendiri, kita telah dijajah oleh karena kita tidak dapat menghargai
keunikan-keunikan dalam tubuh yang membentuk negara Republik Indonesia. Kita
telah dijajah oleh pemikiran kita sendiri bahwa kita adalah sama sementara pada
kenyataannya kita adalah unik dan berbeda. Marthin Buber telah berdosa berat
karena telah menjerumuskan bangsa Indonesai ke dalam ngarai semboyan yang sarat
maksiat (will edit soon)
PIGURA CRICKET INDONESIA
Jakarta 6s 2012, Soni & Nando |
Prestasi yang lain akhirnya terus menambah
kegemerlapan pundi-pundi penghargaan Cricket Indonesia dariInternational Cricket
Council (ICC). Sebut saja, penghargaan EAP the best development programe dua tahun berturut-turut dan sebagainya.
Penyelenggaraan kejuarnas U15 pertama tahun 2009 merupakan feed back yang jelas dari masyarakat bahwa cricket di
terima dan memiliki tempat di hati masyarakat. Enam belas provinsi ambil bagian
dalam kejuaraan ini (Malang-Jatim absen). Permulaan yang gemilang, layak
diaplouse dan diacungi jempol. Ultra milk yang digandeng CI dalam program
pengembangan di seluruh Indonesia ini merupakan sponsor utama dalam kujarnas
U15 tahun 2009.
Cricket terus meransek maju dengan semangat
yang menggelora dan tak terbendungi. Lamaran Cricket Indonesia untuk masuk
dalam Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pun diterima dan menjadi
lengkap prestasi Cricket di Indonesia. “Congratulation untuk semua tim Cricket
yang telah berusaha keras dalam pengembangan criket di Indonesia. Crikcet telah
di terima di KONI” damikian ungkapan luapan kegembiraan General Manager Cricket
Indonesia, Prakash Vijaykumar.
PCI (Persatuan Cricket Indonesia) demikian
sebutan untuk Cricket di KONI, langsung menggebrak semangat anak-anak bangsa
Indonesia. Pada Juni 2010 kejuaraan nasional U17 dilaksanakan di Cibubur-Jakart
Timur. Kejuaraan yang diikuti oleh 12 provinsi dari seluruh Indonesia
sangat meriah dan mengagumkan. Provinsi NTT, Irian Jaya, Sulawasi Utara,
Sulawesi Selatan, NTB, Bali, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten,Lampung ,
Utaran , Kalimantan Timur (yang Absen DKI Jakarta dan DI Aceh) merupakan
provinsi yang telah mengikuti kejuaraan nasional U17.
Jawa Barat masih menunjukan kehebatannya.
Finalist kejurnas U15 tahun 2009 itu tetap memimpin hingga akhir kejuaraan U17
pada juni 2010 dan menjadi juara satu pada kejuaraan nasional U17 dan
menyisihkan rival beratnya, Bali. Bali boleh di bilang cukup prestisius karena
pada kjurnas U15 hanya bermain sampai pada ‘juara harapan-IV.’ Bali benar-benar
bangkit dari tidur yang lelap dan meroket munuju runer up. NTT hanya bermain
defensive mempertahankan prestasi yang ada, tetap berkutat pada posisi ke tiga
mengalahkan Sulsel.
“Mempertahankan prestasi itu sulit, pak”
demikian Chris Wake salah seorang pemain dari NTT berkomentar setelah
mengalahkan Sulsel. “Tetap menjadi juara tiga adalah kebangaan bagi NTT”
demikian salah seorang pemain NTT lain, menimpali.
NTT hanya bisa bangga pada situasi yang tidak
berubah. Kehidupan seolah-olah statis dan keberhasilan hanyalah sebuah
keberuntungan, kira-kira demikian interpretasi penulis terhadap jawaban defensively anak-anak NTT yang tidak dapat membuat
perubanhan yang lebih prestisius. Tapi sisi lain, Cri ket Indonesia memberi
penghargaan sebagai pelatih terbaik kepada pelatih dari NTT, Frengky Soni.
Howzeettt….?!?>>>>> Not Out…!
HIGHLIGHT CRICKET
DI NTT
Kalau Indonesia mau jujur, NTT adalah pusat
pengembangan cricket yang sesungguhnya. Indikator utamanya adalah hampir
seluruh pemain dan pelatih yang ada di Indonesia (pelatih senior) berasal dari
NTT. Sebut Saja, Soni Bahana Hawoe,
Zakaria Awang, Yeri Rosongna, Melven Ndoen, Fernandes Nato, Frengky Soni,
Bernadus Eli, Henndrik Laka,
Orlando Seo dan Soni 2.
Semua pelatih di atas telah berlanglang bauna
ke seluruh penjuru nusantara bahkan berkiprah di kejuaraan Internasional.
Hendrik Laka pelatih untuk Aceh dan Medan, Bernadus Eli pelatih untuk Kaltim,
Yeri Rosongna pelatih untuk Lampung, Melven Ndoen pelatih untuk Jawa Barat,
Frengky Shony pelatih ntuk Kupang, Soni Hawoe pelatih untuk Bali, Fernandes
Nato untuk Labuan Bajo, Orlando dan Soni 2 merupakan pemain yang telah berlaga
di tournament internasional.
Prestasi Managerial anak-anak NTT juga cukup
membanggakan, Soni B.Hawoe menjadi East Indonesia Regional Development officer,
Zakaria Awang pernah menjadi West Indonesia Regioanl development Officer, Yeri
Rosongna sekarang menjadi Regional Delompment officer of West Indonesia.
Pada September 2009, Soni B.Hawoe menjadi
pelatih untuk Timnas Indonesia pertama dan juga orang Indonesia pertama menjadi
pelatih untuk Timnas Cricket Indonesia. Fernandes Nato, Yeri Rosongna, Bernadus
Eli, Frengky Shony, Melven Ndoen, merupakan anak-anak NTT yang bergabung dalam
squad tim nasional Indonesia. Mungkin sedikit terkesan nepotisme, tapi jujur
Cricket mengedepankan profesionalisme dan obyektifitas. Selektornya adalah
orang expatriate dari India dan Australia.
Dalam kejuaraan EAP trophy U17 di
Vanuatu pada bulan September 2010, Frengky Shony di tunjuk oleh tim pelatih
menajdi Arsitek timnas Indonesia dalam kejuaraan tersebut. Dari empat belas
yang berangkat ke Vanuatu, empat diantaranya adalah anak-anak NTT, Cristian
Toda, Cristoforus Wake, Maksi Koda, etc. NTT selalu menghasilakan pemain
yang berbakat.
Disisi lain, Fernandes Nato yang juga
merupakan pemain senior timnas Indonesia, di pilih sebagai Captain untuk
Jakarta Globe Tigers Cricket Club dalam kejuaraan Liga Cricket Jakarta. Club
ini terdiri atas orang Indonesia semua. Pada liga tahun 2009/2010 JGTCC hanya
mencapai pada runer up plate, berharap musim 2010/2011 bisa bermain lebih baik.
“Mengibarkan panji kemenangan di negeri orang
dan membiarkan negeri sendiri terjajah” demikian analogi yang tepat untuk
anak-anak NTT. Pada sisi lain prestasi gemilang, pada sisi lain keterpurukan
mewabah. Anak-anak NTT cukup membanggakan di negeri orang, sebut saja Melven
yang telah membawa Jabar menjadi juara dalam kejurnas Cricket di Indonesaia
pada tahun 2009. Kontribusi bagi NTT tidak lebih dari nama baik ,tapi NTT
sendiri tidak bisa berbuat lebih baik. Ada apa dengan mu negeri NTT ku
tercinta?
Pikiran konteplatif menukik lebih dalam
melahirkan kekaguman dan kesangsian. Anak-anak NTT berprestsi di negeri orang
(kekaguman), negeri NTT terlantar di jajah orang (kesangsian). Sebut saja
Labuan Bajo (Flores Cricket Association) , sejak tahun 2004, salah satu
kejuaran semi internasional dan pada tahun 2006 menjadi tournament
internasional ‘Bajo twenty20-Christie cup” diadakan di Labuan Bajo.
Itu hanya berlangsung hingga 2009 dan pada tahun 2010 tournamen bergengsi itu
lenyap ditelan bumi. HowzzZetttTt…?!?..>>> It’s out…!
Kalau tidak dapat membiayai tournament, ini
bukan alasan yang tepat. Flores Cricket Association bukanlah tipe organisasi
yang selalu bergantung pada orang-orang tertentu atau selalu bergantung pada
Cricket pusat di Jakarta. Kejauaraan yang pernah berlangsung merupakan hasil
kerja keras panitia local dengan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Sebut saja Moses Magong, Flori Sudirman, Sypri Phiton, Lawrence Jehani, Lambert
Jeharu, Nando dan rekan-rekan lainnya, cukup gesit dan kreatif dalam menggalang
dana dari sponsor.
Flores Cricket association sesungguhnya
memiliki tiga tournament rutin setiap tahun dan dilaksanakan pada bulan yang
berdekatan. Untuk Bajo twenty20 dilaksanakan pada bulan Juni, ini tournament
orang dewasa. Untuk anak SD dan SMP dilaksanak pada bulan Mei (Wilson Cup
utk anak SD, Bupati Cup untuk anak-anak SMP). Pada tahun 2010
kejuaraan-kejuaraan ini tidak diadakan lagi.
Cricket seolah-olah lenyap dari bumi ‘congka
sae-Manggarai-Flores-NTT,’ ditelan oleh keegoisan, diruntuhkan oleh kesombongan
dan ditidakberdayakan oleh keterbatasan. FCA merasa ditinggalkan,
diabaikan dan diabadikan dalam tinta merah kegagalan perjalanan cricket di
NTT (will edit soon)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar